Sejak Maret 2020 masa pandemi menempatkan Gereja pada situasi khusus. Beberapa bulan terakhir ini kita tidak merayakan misa secara langsung. Misa kita hadiri secara daring untuk mengikuti protokol kesehatan. Kita rayakan misa virtual atau online, begitu istilahnya. Di hadapan kita, layar berpendar. Di sana nampak imam dan altar. Bentuk perayaan misa online ini diusahakan Gereja demi kebaikan umat dengan penuh pertimbangan. Namun, sampai kapan kita merayakan misa sembari menatap layar? Bagaimana dengan kebersamaan dan keterlibatan aktif kita sebagai umat Allah dalam misa? Perayaan virtual, idealkah? Mari sejenak berefleksi.

.

Pentingkah Kebersamaan dan Keterlibatan Aktif dalam Misa?

Perjamuan dalam tradisi Gereja senantiasa membawa pada perjumpaan. Artinya, terjadi pertemuan personal dan keakraban dengan Tuhan dalam pengalaman komunal. Ada kehadiran sekaligus keterlibatan di komunitas iman. Dan ini bukanlah virtual, melainkan riil. Demikian pula awal mula perjamuan Tuhan: Ekaristiperayaan syukur dan pengenangan penebusandirayakan bersama.

.

Apa Kata Dokumen Gereja?

Kebersamaan dan keterlibatan langsung umat dalam misa sungguh penting. Seperti terungkap pada Sacrosanctum Concilium 27 tentang kebersamaan dalam perayaan: Setiap kali suatu upacara, menurut hakikatnya yang khas, diselenggarakan sebagai perayaan bersama, dengan dihadiri banyak umat yang ikut-serta secara aktif, hendaknya ditandaskan, agar bentuk itu sedapat mungkin diutamakan terhadap upacara perorangan yang seolah-olah bersifat pribadi.

Lalu dalam Sacrosanctum Concilium 48 disuarakan betapa bermaknanya keterlibatan kita sebagai umat Allah, Maka dari itu Gereja dengan susah payah berusaha, jangan sampai umat beriman menghadiri misteri iman itu sebagai orang luar atau penonton yang bisu, melainkan supaya melalui upacara dan doa-doa memahami misteri itu dengan baik, dan ikut-serta penuh khidmat dan secara aktif.

.

Jadi, Idealkah Misa Online?

Pandemi Covid-19 jadi alasan utama kita merayakan misa online. Namun ini bukanlah wujud dan situasi ideal Gereja. Wajah Gereja bukan wajah digital atau virtual. Komunitas Gereja adalah keterlibatan langsung, kehadiran nyata, dan jawaban anamnesis bersama. Artinya, keakraban kita dengan Tuhan bukanlah virtual: sendiri di hadapan gawai. Iman kita bukan iman virtual.

Bila segala sesuatunya kemudian dianggap wajar dengan memvirtualkan begitu saja, ada bahaya yang layak diwaspadai. Paus Fransiskus pada misa 17 April 2020 mengingatkan, Berhati-hatilah untuk tidak membuat Gereja jadi virtual, viral; membuat sakramen-sakramen jadi virtual, menjadikan Umat Allah virtual. Gereja, sakramen-sakramen, Umat Allah itu nyata (konkrit). Benarlah bahwa pada saat ini kita harus menyediakan keakraban dengan Tuhan dengan cara ini, namun kita harus keluar dari terowongan, tidak tinggal di sana. Dan inilah keakraban para rasul: bukan gnostik, bukan virtual, tidak egois, untuk diri kita masing-masing, tetapi suatu keakraban yang nyata, dalam umat. Keakraban dengan Tuhan dalam hidup harian, kedekatan dengan Tuhan dalam sakramen-sakramen, di tengah-tengah umat Allah. Para rasul menapaki jalan kedewasaan dalam keakraban dengan Tuhan. (…)

Pieter Dolle, SJ

.

Referensi:

http://www.ekaristi.org/konsili_vatikan/Konstitusi_Tentang_Liturgi_Suci.pdf

http://www.vatican.va/content/francesco/en/cotidie/2020/documents/papa-francesco-cotidie_20200417_lafamiliarita-conil-signore.html

Subardjo, Mario Tomi. “Misa Online, Misa Tidak Ideal” dalam UTUSAN , No. 10 Tahun ke-70, Oktober 2020. hlm. 10.

0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x
Open chat
Kontak Sekretariat
Silahkan klik untuk chat dengan sekretariat